Hola selama liburan akhir tahun
kemarin, setelah bosen tiga hari berturut-turut bolak-balik BIP-BEC-Gramedia
akhirnya aku dan suami keluar kota juga hehe tadinya mau ke Taman Bunga
Nusantara Cipanas tapi ngeliat di TV ada longsor di Ciapatat dan puncak-puncaknya
Kawasan Puncak macet, kita nggak mau liburan ini lama di jalan. Kebetulan (sebenernya
nggak ada kebetulan di dunia ini tsaaah) ada temen Akang yang mau ke Bogor tapi
jalurnya lewat Tol nggak lewat Puncak karena takut kejebak macet, yaudah akhirnya kita
bertiga ke Bogor. Lamanya perjalanan Bandung-Bogor Cuma 2,5 jam loh pemirsa wah
senengnya kebayang kalo harus lewat pucak macetnya kayak gimana heheh
Kita menginap di kerabatnya
Akang, dan keesokan harinya kita jalan-jalan ke Jakarta. Wah udah lama banget
aku enggak ke Ibukota, terakhir kali 2 tahun yang lalu kali ya, saat nemenin
murid-murid Global Art lomba menggambar nasional di Jakarta. Kita dianter Mbak Vera dan
anak sulungnya ke Jakarta dengan transportasi KRL atau Kereta Rel Listrik. Ini adalah
pengalaman pertama untuk aku dan Akang naik KRL. Kita berangkat sekitar pukul 9
pagi ke Stasiun Bojong Gede, saat nyampe stasiun kita langsung antri kartu
tiket KRL seharga 4 ribu rupiah dan jaminan 10 ribu per orangnya jadi tiket tersebut nggak boleh hilang lho. Tak lama
kemudian KRL datang, terlihat di ujung gerbong depan dan belakang catnya warna pink yang menunjukkan gerbong khusus wanita, jadi laki-laki dilarang masuk dan kita masuk di gerbong campuran saja, kursi yang tersedia sangat
sedikit karena KRL itu dekorasi dalamnya seperti di Film-film Jepang atau
tampilan Damri baru di Bandung, dimana kita harus mendahulukan Lansia dan Ibu
hamil. Kurang lebih 1 jam perjalanan kita nggak kebagian tempat duduk tapi itu
bukan masalah karena aku bisa punya me
time untuk bersyukur dan berpikir. Setelah melewati belasan Stasiun, satu jam
kemudian kita sampai di Stasiun Kota Tua. Kita memang berencana untuk
mengunjungi Kota Tua karena kalo mol lagi mol lagi bisa mual hehehe
Setibanya di Stasiun kita
langsung berjalan kaki sekitar 300 meter menuju kawasan kota Tua dan Mbak Vera
sangat kaget karena hari biasa bahkan long weekend saja kawasan Kota Tua tidak
sepadat ini. Mungkin kita datang di waktu yang kurang nyaman untuk melukis tapi udah jauh-jauh kesini masa pulang lagi mana cuaca lagi panas terik, di lapangan Kota Tua
ini mengingatkan aku dengan ramainya Alun-alun Bandung hahaha tapi di Kota Tua
ini banyak banget badut dan para Costplayer yang difoto oleh pengunjung lalu
mereka mendapat imbalan uang seikhlasnya, ragam sekali dan kreatif bentuknya,
dari tokoh kartun seperti Nobita, Doraemon, Masha and The bear, lalu sosok pahlawan
pejuang, hantu khas Indonesia sampe tokoh imajiner ada semua.
Setelah puas berkeliling kami
memasuki Museum Wayang karena Museum Fatahillah penuhnya minta ampun. Museum Wayang adalah sebuah museum yang berlokasi di jalan Pintu Besar Utara No 27. Dari luar Museum Wayang Gedung yang tampak unik dan menarik ini
telah beberapa kali mengalami perombakan. Pada awalnya bangunan ini bernama De
Oude Hollandsche Kerk ("Gereja Lama Belanda") dan dibangun
pertamakali pada tahun 1640. Tahun 1732 diperbaiki dan berganti nama De
Nieuwe Hollandse Kerk (Gereja Baru Belanda) hingga tahun 1808 akibat hancur
oleh gempa bumi pada tahun yang sama. Di atas tanah bekas reruntuhan inilah
dibangun gedung museum wayang dan diresmikan pemakaiannya sebagai museum pada 13 Agustus
1975. Meskipun
telah dipugar beberapa bagian gereja lama dan baru masih tampak terlihat dalam
bangunan ini. (sumber: Wikipedia)
Tiket Museum Wayang harganya
hanya 5 ribu rupiah, tempat tersebut terdiri dari 2 lantai, di lantai pertama
saat kita akan masuk terdapat meja resepsionis yang melayani tiket masuk. Setelah
membayar tiket masuk kita memasuki sebuah lorong penuh dengan koleksi wayang. Seandainya
pengunjung tidak banyak mungkin aku akan tenang dan leluasa membaca satu demi
satu koleksi yang terdapat di Museum tersebut. Setelah keluar dari lorong lalu ada taman kecil yang banyak sekali tulisan bahasa Belandanya, sangat antik dan
adem karena ruangan tersebut terbuka. Kita melanjutkan perjalanan ke lantai 2
dimana lebih banyak koleksi wayangnya, selain silsilah pewayangan, juga
terdapat koleksi wayang dari berbagai jenis bahan dan koleksi wayang
internasional yang merupakan sumbangan dari negara asal wayang tersebut dan
tentunya namanya bukan wayang dan tidak mirip dengan wayang disini.
Setelah
puas berkeliling kita kembali menuruni lorong menuju lantai 1 dan sebenernya
tempat ini mengingatkan aku pada Festival wayang Internasional yang diadakan
Kota Baru Parahayangan setiap tahunnya. Cuma bedanya jika festival waktunya
hanya 3 hari dengan jadwal padat dari penampilan seniman yang mempertunjukkan
tarian dan tentunya koleksi wayang serta topeng dengan skala intenasional.
Senangnya kalo berkunjung ke
daerah orang, selain mengunjungi tempat wisatanya, kita juga bisa mencicipi
makanan khsanya, mempelajari kebudayaan, kebiasaaan dan bahasa daerah tempat
tersebut. Semoga Museum Wayang ini selalu terawat karena merupakan bagian
untuk melestarikan kebudayaan bangsa. Aku pribadi senang sekali dengan
nama-nama pewayangan yang sangat Indonesia sekali yang juga bagus diberikan
sebagai nama anak kita nanti.
Sebelum pulang kita makan mie
ayam dan es krim lalu melanjutkan perjalanan pulang dari Stasiun kota dengan tarif
karcis yang sama. Liburan yang sangat berkesan karena ketika KRL melewati
stasiun Gambir aku bisa melihat Monas dengan sangat jelas heheh sampai jumpa
di liburan selanjutnya gals